OPM Ngamuk Tak Dapat Apa-Apa Dari Penyanderaan di Papua


INDOSEJATI - Suasana pembebasan warga yang disandera dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua berjalan dramatis dan menegangkan. Meskipun berjalan lancar, operasi gabungan yang dilakukan Satgas Terpadu TNI Polri tak lepas dari perlawanan.

Puluhan anggota KKB yang bersembunyi di balik gunung coba menyerang petugas. Beruntung tim sangat solid hingga tak satu pun menjadi korban jiwa termasuk dari sandera yang diselamatkan. Hanya saja, satu petugas sempat terkena tembakan di bagian kaki.

Pascapembebasan warga yang disandera di Desa Banti dan Desa Kimbely, secara keseluruhan kondisi di wilayah Tembagapura, Papua sudah kondusif. Namun kawanan KKB dikabarkan masih berusaha melakukan perlawanan. Dua buah haul truk milik PT Freeport Indonesia ditembaki dan dibakar.

"Secara keseluruhan sebenarnya sudah kondusif hanya saja memang pagi tadi ada gangguan dari mereka yang saat penyergapan kemarin lari," ungkap Kapendam Cenderawasih, Letkol Inf Muhammad Aidi.

Menurutnya, aksi tersebut sebagai bentuk kekesalan anggota KKB karena tidak mendapatkan apa-apa dari upaya penyandera ribuan warga di satu perkampungan selama beberapa pekan.

"Kemudian mereka melepaskan tembakan dan membakar truk. Kejadian itu tak jauh dari lokasi penyanderaan, tapi jauh dari pos petugas. Untungnya tembakan ke arah petugas tidak kena hanya mengenai dua unit truk itu," katanya.

Oleh sebab itulah, Satgas Terpadu TNI Polri tetap melanjutkan perburuan terhadap anggota KKB yang diyakini kini dalam kondisi terpisah-pisah setelah digempur dalam penyergapan kemarin. Dia pastikan pula, kelompok bersenjata yang beraksi hari ini sama dengan yang sebelumnya.

"Kita TNI akan siap melakukan pengejaran walaupun itu memang berat dan medannya susah. Kemarin itu mereka kocar kacir selamatkan diri masing-masing dan kita memang tidak mengejar karena cuaca sudah gelap, medan sulit dan kita fokus mengurusi para sandera supaya tidak ada yang jadi korban. Tapi pergerakan mereka kita pantau melalui drone," jelasnya.

Lebih kurang 340 warga dievakuasi Satgas dari dua desa tersebut. Sedangkan sisanya yang merupakan warga asli desa tersebut memilih bertahan karena itu merupakan kampung halamannya. Hanya saja, mereka meminta jaminan keamanan dan meminta logistik dari pemerintah.

"Dan itu sudah kita laksanakan. Jadi dari 344 yang kita evaluasi itu ada pendatang dan warga asli juga," paparnya.

Warga yang telah dievakuasi semula akan ditempatkan di tenda pengungsian yang didirikan di wilayah Timika. Namun sejumlah paguyuban masyarakat asal daerah mereka telah lebih dulu menawarkan bantuan sehingga tenda tak terpakai.

"Di sini paguyuban warga itu sangat hidup semisal paguyuban Jawa ada, paguyuban Sulawesi ada dan saat mereka datang langsung di sambut paguyuban masing-masing dan kita salurkan bantuan melalui paguyuban tersebut," jelas Aidi.

Sumber:http://ift.tt/2AbPjoz

Natalius Pigai Sebut Brimob Tewas di Tembagapura Papua Ditembak TNI


INDOSEJATI - Mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM, Natalius Pigai, meminta Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengklarifikasi tewasnya anggota Brimob, Brigadir Polisi Firman. Natalius curiga oknum TNI sebagai pelaku penembakan terhadap sejumlah karyawan PT Freeport maupun personil Brimob  di Mile 69, Tembagapura dalam beberapa waktu terakhir ini.

"Kebesaran jiwa dan kepahlawanan akan paripurna jika Jenderal Gatot mengumumkan siapa yang menembak anggota Brimob atas nama almarhum Firman," kata Natalius.

Menurut Natalius, berdasar informasi yang diperolehnya, Firman tewas ditembak oleh TNI. Natalius mengatakan, jika informasi itu benar maka sebagai orang nomor satu di kesatuan TNI maka Gatot harus meminta maaf kepada orang tua Firman, termasuk anak-istrinya.

"Saya dapat informasinya dari WA (WhatsApp). Kalau diminta, saya tunjukan dokumen," ujarnya.

Selain mendapat informasi, kata Natalius, daerah Mile 69 Tembagapura merupakan kawasan terlarang dan dijaga ketat oleh petugas. Ia yakin jika KKB tidak bisa masuk ke daerah itu.

"Itu area patroli. dari sisi circumtance of crime, dapat menunjukan sangat tidak mungkin TN/OPM masuk di kawasan streril. Mile 69 khusus dijaga. Dengan demikian kemungkinan besar diduga dilakukan TNI atau Polri sendiri," jelas Pigai.

Menurutnya, harus ada klarifikasi resmi atas kejadian ini dan tidak sekedar melemparnya ke TN/OPM. Sebab jika ada unsur kelalaian maka akan dibuktikan di pengadilan.

"Kemudian harus ada yang bertanggung jawab, apakah ini sengaja atau ada kelalaian. Harus dibuktikan dengan jujur," kata Natalius.

Polisi sendiri mengklaim Firman tewas ditembak kelompok kriminal bersenjata (KKB) saat patroli di perbukitan daerah Mile 69 Tembagapura.

Anggota Brimob, Brigadir Firman tewas dalam pengejaran Kelompok Kriminal Bersenjata di wilayah operasional PT Freeport mile 69 Tembagapura, Papua pada dini hari, Rabu 15 November 2017. Satu orang anggota lainnya kritis terkena tembakan di bagian punggung.

"Benar terjadi penembakan. Kejadian tepatnya subuh tadi," kata Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda Papua, AKP Suryadi Diaz dalam sambungan telepon kepada Kriminologi, Rabu 15 November 2017.

Suryadi menuturkan, peristiwa penembakan itu berawal dari pengejaran yang dilakukan satuan Brimob Polda Papua di wilayah operasional PT Freeport setelah terjadinya insiden penembakan yang melukai karyawan Freeport.

Saat melakukan pengejaran tersebut, dua orang personel Brimob yang sedang berpatroli mendapat serangan dari Kelompok Kriminal Bersenjata.

"Dua orang personel Brimob terkena tembakan saat pengejaran di Mile 69. Brigadir Firman gugur terkena tembakan di bagian punggung, satu lagi Bripka Yongky Rumte juga tertembak di punggung,"  terangnya.

Suryadi menambahkan, jenazah Brigadir Firman telah dievakuasi dan di bawa ke Timika. Sementara Brigadir Yongky menjalani perawatan di rumah sakit. Polisi juga masih terus melakukan pengejaran terhadap KKB yang melakukan teror penembakan di wilayah operasional PT Freeport. NL



Sumber:http://ift.tt/2jae7Cu

Jenderal Nuklir AS Tolak Perintah Trump untuk Menyerang jika Ilegal


INDOSEJATI - Komandan nuklir utama Amerika Serikat (AS) mengaku akan menolak perintah Presiden Donald Trump untuk meluncurkan serangan nuklir jika serangan itu ilegal. Dia menegaskan, Washington bukan pihak yang bodoh untuk gegabah meluncurkan serangan senjata berbahaya.

Komandan Komando Strategis (STRATCOM) AS, Jenderal John Hyten, seperti dilansir CBS News, mengungkapkan sikapnya yang berani menolak perintah serangan ilegal di Halifax International Security Forum di Nova Scotia, Kanada.

Jenderal Angkatan Udara ini mengaku telah banyak memikirkan apa yang akan dia katakan jika  menerima sebuah perintah.

”Saya pikir beberapa orang mengira kita bodoh,” kata Hyten menanggapi sebuah pertanyaan tentang skenario semacam itu.

”Kami bukan orang bodoh, kami banyak memikirkan hal-hal ini, kapan Anda memikul tanggung jawab ini, bagaimana Anda tidak memikirkannya?,” ujar Jenderal Hyten, yang dikutip Reuters.

Hyten, yang bertanggung jawab untuk mengawasi senjata nuklir AS, menjelaskan proses yang akan mengikuti perintah dari presiden.

”Sebagai komandan STRATCOM, saya memberikan nasihat kepada presiden, dia akan memberi tahu saya apa yang harus dilakukan,” katanya.

”Dan jika itu ilegal, tebak apa yang akan terjadi? Saya akan mengatakan, 'Tuan Presiden, itu ilegal’. Dan tebak apa yang akan dia lakukan? Dia akan berkata, 'Apa yang akan legal?' Dan kita akan muncul (dengan) opsi, dengan campuran kemampuan untuk merespons situasi apa pun, dan begitulah cara kerjanya. Itu tidak terlalu rumit,” papar Hyten.

Hyten mengatakan, melalui skenario bagaimana bereaksi jika terjadi perintah ilegal adalah praktik standar. ”Jika Anda melakukan perintah yang melanggar hukum, Anda akan dipenjara. Anda bisa dipenjara seumur hidup Anda,” katanya.

Pentagon tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari ucapan Hyten.

Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un telah saling hina dan saling ancam. Trump dalam pidatonya di Majelis Umum PBB mengancam akan menghancurkan total Korea Utara yang dihuni sekitar 26 juta orang itu jika rezim Kim Jong-un terus mengancam Washington dengan senjata nuklir.

Beberapa senator, terutama dari Partai Demokrat, telah mengusulkan rancangan undang-undang untuk mengubah kewenangan presiden AS dalam memerintahkan serangan nuklir. Melalui rancangan undang-undang itu, seorang presiden tak boleh meluncurkan serangan nuklir tanpa dukungan Kongres.


Sumber:http://ift.tt/2jGO8X5

Berhasil Bebaskan Sandera, 5 Perwira TNI Tolak Kenaikan Pangkat


INDOSEJATI - Lima perwira TNI yang memimpin operasi gabungan pembebasan sandera di Tembagapura, Timika, Papua, menolak kenaikan pangkat. Padahal, mereka dinilai berhasil memimpin operasi skala besar pembebasan sandera oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB).

Hal tersebut dinyatakan oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di lokasi pembebasan sandera.

"Lima perwira diwakilkan komandan upacara menyampaikan bahwa keberhasilan adalah milik anak buah, kegagalan adalah tanggung jawab perwira. Sehingga secara halus mereka menolak untuk menerima kenaikan pangkat," kata Jenderal Gatot, di Papua.

Kenaikan pangkat diberikan kepada 62 prajurit dari satuan gabungan yang membebaskan sandera secara cepat dan senyap tersebut. Meski tidak menerima kenaikan pangkat, lima perwira pemimpin operasi itu diberikan pendidikan secara khusus mendahului teman seangkatannya.

"Inilah contoh teladan prajurit-prajurit yang tidak mengutamakan kepentingan pribadi, tapi hanya untuk kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tegas Gatot.

Operasi Senyap

Gatot menjelaskan, dalam operasi senyap tersebut, pasukan gabungan dari Kopasus, Batalion 751 Rider, dan Taipur Kostrad melakukan pergerakan sejauh 4,5 km selama 3-4 hari, yang diakhiri dengan pertempuran di dua tempat hingga akhirnya KKB mundur.

Setelah berhasil menguasai lokasi penyanderaan, Gatot menginstruksikan agar mengutamakan keselamatan sandera. Selanjutnya, Kapolda dan Pangdam mengevakuasi para sandera.

"Sebelum evakuasi, saya perintahkan agar kiri-kanan jalan harus aman. Kalau ada tembakan, jauh itu," katanya.

Menurut Gatot, sandera yang merupakan warga asli tetap bertahan di kampungnya dengan penjagaan dari TNI dan Polri. Sedangkan yang bukan berasal dari kampung tersebut telah diungsikan.

Soal KKB yang melarikan diri, Gatot mengatakan, hal itu sedang dalam pengejaran. "Masih dalam pengejaran, tapi fokus saya kesampingkan semuanya. Yang penting adalah sandera harus selamat," ujarnya.


Sumber:http://ift.tt/2zW6wj5

Pengakuan Warga 'Sandera' di Papua Tentang Kekejaman OPM


INDOSEJATI - Warga lokal dan pendatang di Desa Banti Utikini dan Kimbeli, Mimika, Papua hidup dengan penuh tekanan dan ancaman dari kelompok kriminal bersenjata (KKB). Tidak hanya melakukan penganiayaan, KKB juga merampas harta warga hingga memperkosa kaum wanita.

Salah satu warga Desa Longsoran Utikini, Mustaqiem menceritakan bagaimana kejamnya kelompok kriminal bersenjata. Toni yang merupakan warga pendatang suku Buton dan ratusan warga lainnya kerap mendapat intimidasi hingga ancaman.

"Mereka melarang kami pergi atau keluar dari Kampung Longsoran Utikini dan Kimbeli, kami diancam akan ditembak atau dibunuh kalau keluar kampung," kata Mustaqiem kepada anggota tim evakuasi.

Ada sekitar 50 orang anggota kelompok KKB pimpinan Guspi Waker yang menyandera warga. Mereka berjaga-jaga di Utikini Lama bagian atas yang merupakan satu-satunya akses keluar dari Kampung Lonsoran, Banti dan Kimbeli.

Sementara di Kampung Longsoran terdapat sekitar 350 orang warga baik lokal maupun pendatang. Para warga di sana rata-rata bekerja sebagai petani, pedagang di warung-warung hingga penambang liar.

"Mereka mendatangi rumah-rumah warga dan menyuruh kami keluar dan mereka menggeledah barang-barang kami," ujar Mustaqiem.

Kelompok KKB memaksa warga menyerahkan harta berharga milik mereka di bawah todongan senjata api. Jika tidak, KKB tidak segan-segan membunuh para warga.

"Mereka mengambil handphone, perhiasan--kalau ada--dan uang kami. Mereka akan menembak kalau ketahuan kami tidak menyerahkan barang kami," sambung Toni.

Menurut Mustaqiem, Guspi Waker telah melakukan penembakan terhadap anggota Brimob di Terminal Utikini pada tahun 2015. "Saya ditunjukkan foto, 'kami kenal tidak orang ini?', kalau saya bilang kenal maka saya ditembak, maka saya bilang tidak kenal, di belakang saya sudah ditodong laras panjang. Dia bilang itu anggota, sudah saya bunuh. Anggota Brimob mungkin," paparnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal (Pol) HM Tito Karnavian mengatakan kelompok kriminal bersenjata di Tembagapura, Papua sudah melakukan pelanggaran HAM berat. Untuk itu, Polri dan TNI akan terus mengejar KKB hingga tuntas.

"Kita akan kejar terus kemana pun mereka karena melakukan kejahatan termasuk memperkosa wanita. Penyanderaan dan pemerkosaan tersebut melanggar HAM (Hak Azasi Manusia) berat," tegas Kapolri Jenderal HM Tito Karnavian.

Jumat lalu, tim operasi yang dipimpin oleh Asops Kapolri Irjen Pol Mochammad Iriawan, Kapolda Papua Irjen Boy Rafli Amar dan Pangdam telah berhasil mengevakuasi 344 warga di Kampung Banti Utikini dan Kimbeli, Mimika Papua. Sementara masih ada ribuan warga di atas perbukitan yang belum dievakuasi.

Sumber : Detik.com