Penyelamatan Ala 'James Bond', TNI Bebaskan Sandera Mapenduma


INDOSEJATI - Di awal tahun 1996, sekelompok peneliti Lorentz dari berbagai negara menjadi korban penyanderaan Organisasi Papua Merdeka atau OPM di Mapenduma, Papua. Drama penyanderaan Tim Ekspedisi Lorentz yang berlangsung selama 4 bulan itu berakhir setelah pasukan Kopassus dan Kostrad 330 melakukan operasi khusus, dan berhasil menyelamatkan para sandera pada bulan Mei tahun 1996.

Program acara Mata Najwa Metro TV mengangkat kisah penyanderaan Mapenduma ini dengan mengambil judul “Dalam Sandera.” Dua narasumber dihadirkan dalam acara yang dipandu Najwa Shihab ini, yaitu Jualita Tanasale (pemimpin Tim Ekspedisi Lorentz) yang menjadi salah seorang sandera, dan Letjen. (Purn.) TNI Prabowo Subianto yang pada waktu itu menjadi Danjen Kopassus.

***

Najwa Shihab (NS): Pak Prabowo, Anda memimpin dan penanggungjawab operasi pembebasan sandera di Mapenduma, berkaca pada peristiwa itu belasan tahun lalu, apa kesulitan terbesar pada saat itu?

Prabowo Subianto (PS): Kesulitan yang paling besar waktu Mapenduma adalah alam. Jadi lingkungannya sangat sulit. Hutannya sangat sulit. Pohonnya sangat tinggi. Lebat. Komunikasi tidak ada. Dan kita tidak punya peta daerah itu. Biasanya kalau tentara itu pakai peta topografi 1:50.000. Bahkan ada negara-negara maju bisa 1:25.000. Kadang 1:10.000. Jadi lebih detail, lebih akurat. Kita pakai peta 1:1.000.000, ha…ha…ha….

Dulu kita tidak punya akses pada satelit. Kalau sekarang lebih gampang, banyak satelit komersial bisa kita beli. Beli waktu, beli foto. Secara keseluruhan, kalau statistik itu ada statistik FBI. Dari semua operasi pembebasan sandera yang dicatat oleh FBI di seluruh dunia itu tingkat keberhasilannya hanya 50 persen.

NS: Kalau tadi kondisinya demikian sulit, peralatannya kemudian minim, nah apa yang menyebabkan operasi ini kemudian berhasil dengan probabilitas hanya 50 persen seperti tadi?

PS: Yah, TNI pada waktu itu semangatnya tinggi. Modal kita semangat. Mungkin sekarang bisa disebut nekat. Tapi juga, ada faktor X. Katakanlah faktor keberuntungan, faktor karunia Tuhan. Bahkan, waktu itu, ada perwira SAS Inggris yang menilai kita tidak mungkin berhasil. James Bond yang bisa berhasil. Mereka katakan itu.

NS: Hanya James Bond?

PS: Ya hanya James Bond. Ha… ha…ha… Itu saya ingat benar. Sesudah berhasil, baru dia datang ke posko saya, semua difoto. Peta, kita bikin bak pasir. Jadi kalau dalam operasi militer, operasi khusus, sebelum menyerang satu sasaran kita duplikasi medannya itu di atas bak pasir. Itu bak pasirnya difoto oleh mereka. Ha…ha…ha… Semua difoto.


NS: Lalu apa yang waktu itu akhirnya memutuskan operasi militer harus dilakukan karena tadi Anda katakan 50 persen statistik dari FBI. Saat apa yang menentukan negosiasi berakhir dan operasi militer dilakukan?

PS: Waktu itu kita langsung menerima tawaran palang merah internasional, ICRC, untuk mediasi. Jadi mereka mediasi, dan kita welcome, kita persilakan. Petunjuk yang saya terima dari pimpinan TNI, waktu itu dari Panglima ABRI dan dari Presiden adalah usahakan dengan negosiasi. Kita sudah empat bulan negosiasi. Nah repotnya ini khan di Papua. Kita tidak mungkin menahan mereka di satu kawasan. Jadi dia pindah-pindah terus. Dalam empat bulan kalau tidak salah, dia pindah 23 kali. Yang kita khawatir suatu saat mereka pindah kita kehilangan jejak. Bisa bertahun-tahun sandera itu ditahan. Jadi ya sudah bikin upacara pembebasan, waktu itu mereka minta sumbangan ternak, ternak babi sekian puluh.

NS: Sebagai tanda pembebasan?

PS: Ya perdamaian. Ternyata pada hari yang disepakati, kalau tidak salah 30 April, tidak terjadi apa-apa. Ketika intersepsi surat dari salah satu pimpinan OPM di luar kawasan itu. Kita berhasil intersepsi surat itu. Surat itu adalah perintah bahwa sandera warga negara Indonesia harus dibunuh. Jadi yang akan hidup hanya warganegara asing. Itupun tidak dibebaskan tapi dibawa terus ke dalam hutan. Setelah itu kita putuskan. Saya sarankan ke Panglima ABRI waktu itu melalui KaBAIS, petunjuknya dari atas, operasi pembebasan sandera.

NS: Apa yang terjadi di lokasi, bagaimana kemudian itu disergap, karena kita tahu ada dua sandera Indonesia akhirnya tewas? Detik-detik itu seperti apa?

PS: Kita lakukan serbuan. Karena pada waktu itu kita tidak punya satelit, kita tidak bisa dapat gambaran real, real time, kita berdasarkan hasil analisa. Analisa kita mereka berada di antara enam titik. Sandera ada di situ. Jadi saya putuskan, serbu enam titik itu sekaligus. Jadi kita pakai enam helikopter, dengan satu helikopter komando di atas, satu helikopter bantuan. Kita masuk ke-enam sasaran. Pada saat itulah sandera dibawa oleh GPK/OPM masuk ke hutan. Nah pada saat itu akhirnya beralih kepada operasi pengejaran. Dari 26 sandera, dua sandera yang tidak berhasil kita selamatkan, dan 24 lainnya berhasil kita selamatkan.

NS: Dan tidak ada korban sama sekali dari pihak tentara?

PS: Ada. Korbannya karena salah satu pesawat yang saya pimpin jatuh. Jadi kita membuktikan bahwa TNI siap berkorban untuk menegakkan kedaulatan. Kita harus menyelamatkan semua warga negara Indonesia, dan semua warga negara asing yang menjadi tamu bangsa Indonesia harus kita jamin keselamatannya.


Sumber: MetroTV

Share this